Minggu, 18 November 2012

teknik konseling



Teknik-Teknik konseling
A.     Pada tahap awal konseling
1.      Perilaku Attending
Disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik adalah merupakan kombinasi komponen tersebut sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Attending yang baik dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Berikut akan dikemukakan penampilan (attending) yang baik:
1)      Kepala: melakukan angguka jika setuju.
2)      Ekspresi wajah: tenang, ceria, senyum.
3)      Posisi tubuh: agak condong ke arah klien, jarak konselor-klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
4)      Tangan: variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan gerakan tangan untuk menekankan ucapan.
5)      Mendengarkan: aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klian hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Adapun perilaku attending yang tidak baik adalah:
a)     Kepala: kaku.
b)     Muka: kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
c)     Posisi tubuh: tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
d)     Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berpikir dan berbicara.
e)     Perhatian: terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

2.      Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending. Dengan kata lain, tanpa perilaku attending tidak akan ada empati.
Empati ada dua macam, yaitu empati primer, adalah suatu bentuk empati yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya adalah agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Empati tingkat tinggi, yaitu apabila kepahaman terhadap konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi yang terdalam dari lubuk hatinya berupa perasaan, pikiran, pengalaman, dan termasuk penderitaaanya.
Jika melakukan empati, konselor harus mampu:
1)   Mengosongkan perasaan dan pikiran egoistik.
2)   Memasuki dunia dalam klien.
3)   Melakukan empati primer.
4)   Melakukan empati tingkat tinggi.

3.      Refleksi
Refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbalnya. Refleksi ada tiga jenis, yaitu refleksi perasaan, refleksi pengalaman,
dan  refleksi pikiran.
1)      Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan (merefleksikan) perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal dan nonverbal klien. Untuk melakukan refleksi perasaan, konselor dapat menggunaka kalimat seperti:
Ø   “Nampaknya yang Anda katakan adalah...”
Ø   “Barangkali Anda merasa...”
Ø   “Hal itu rupanya seperti...” (kiasan)
Ø   “Adakah yang Anda maksudkan...”
2)      Refleksi Pengalaman
Refleksi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan nonverbal klien. Untuk melakukan keterampilan ini, konselor dapat mengatakan seperti:
Ø      “Nampaknya yang Anda kemukakan adalah suatu...”
Ø      “Barangkali yang Anda utarakan adalah...”
Ø      “Adakah yang Anda maksudkan suatu peristiwa...”
3)      Refleksi Pikiran (Content)
Refleksi pikiran (content) yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan ide, pikiran, dan  pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal klien. Untuk melakukan keterampilan ini, konselor dapat mengatakan seperti:
Ø      “Nampaknya yang akan Anda katakan...”
Ø      “Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...”
Ø      “Adakah yang Anda maksudkan...”


4.      Eksplorasi
Adalah suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting karena kebanyakan klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya dengan terus terang. Barangkali dia hadir dengan terpaksa, sehingga enggan mengemukakan perasaan atau pikirannya. Mungkin pula karena faktor budaya bangsa kita yang berlatar belakang sejarah kerajaan, dimana rakyat tidak boleh mengemukakan pendapat secara bebas, artinya tidak ada demokrasi dan hak asasi manusia.  Teknik eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam.
1)   Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan yaitu keterampilan untuk menggali perasaan klien yang tersimpan. Kalimat yang dapat digunakan untuk memulai eksplorasi perasaan di antaranya:
“Bisakan Saudara menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan?”
“Saya kira rasa sedih Anda begitu dalam peristiwa tersebut. Dapat Anda kemukakan perasaan Anda lebih jauh?”

2)   Eksplorasi Pengalaman
Eksplorasi pengalaman yaitu pengalaman konselor untuk menggali pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh klien.
contoh:
“Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui. Namun, saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebutdan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda.”
3)   Eksplorasi Pikiran
Eksplorasi pikiran adalah keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Dalam mengoperasikan keterampilan ini konselor dapat menggunakan kalimat-kalimat sebagai berikut:
“Saya yakin Saudara dapat menjelaskan lebih jauh ide Anda tentang sekolah sambil bekerja.”
“Saya kira pendapat Anda mengenai hal itu baik sekali. Dapatkah saudara menguraikannya lebih lanjut?”
B.     Tahap pertengahan
a.      Memimpin (Leading)
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, seorang konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga nantinya mencapai tujuan.
Contoh:
Kl: “Saya mungkin berpikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Ko: “Sampai saat ini kepedulian saudara tertuju kepada kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran, apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga?”
b.      Memfokuskan
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien. Fokus membantu klien untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan seorang konselor, yaitu:
ü      Fokus padadiri klien.
contoh:
Ko: “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
Ko: “Tampaknya Anda berjuang sendiri.”
ü      Fokus pada orang lain
Contoh:
Ko: “Roni telah membuat kamu menderita. Terangkanlah tentang dia, dan apa yang telah dilakukannya.”
ü      Fokus pada topik
Contoh:
Ko: “Pengguguran kandungan? Kamu memikirkan aborsi? Sebaiknya pikirkan masak-masak dengan berbagai pertimbangan.”
ü      Fokus mengenai budaya
Contoh:
Ko: “Mungkin budaya menyerah dan mengalah terhadap laki-laki harus diatasi sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi objek laki-laki.”
Jika terdapat banyak masalah yang berkembang di dalam diskusi, konselor harus dapat membantu klien agar dia menentukan fokus pada masalah apa.
Ko: “Apakah tidak baik jika pokok pembicaraan kita berkisar saja dulu soal hubungan Anda yang retak dengan pacar Anda?”
c.       Mengarahkan (Directing)
Mengarahkan digunakan untuk mengajak klien terlibat secara penuh di dalam proses konseling. Mengarahkan adalah keterampilan konseling untuk mengatakan kepada klien agar dai berbuat sesuatu. Misalnya menyuruh klien unuk bermain peran dengan konselor, atau menghayalkan sesuatu.
Contoh:
Kl: ”Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Ko: “Bisakah Saudara mencobakan di depan saya bagaimana sikap dan kata-kata ayah Saudara jika memarahi Anda?”


d.      Menafsirkan
Untuk meudahkan klien memahami ide, perasaan, dan pengalamannya, seorang konselor perlu menangkap pesan utamanyadan menyatakannya secara sederhana dan mudah dipahami disampaikan dengan bahasa konselor sendiri. Tujuannya adalah untuk mengatakan kembali essensi atau inti ungkapan klien.
Contoh:
Kl: “Biasanya dia selalu senang dengan saya, namun tiba-tiba dia memusuhi saya.”
Ko: “adakah yang akan Anda katakan bahwa perilakunya tidak konsisten?”
e.      Memperjelas
Adalah suatu keterampilan untuk memperjelas ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya adalah mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas dan ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh:
Kl: “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung dalam konflik. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Ko: “bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya? Misalnya peran ayah, ibu, dan saudara-saudara Anda?”
f.        Mengkonfrontasikan
Konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menentang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya.
Adapun tujuan teknik ini adalah untuk mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur, meningkatkan potensi klien, membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi, konflik, atau kontradiksi dalam dirinya. Namun. Seorang konselor harus melakukan dengan teliti, yaitu dengan memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten ddengan cara tepat waktu, tidak menilai apalagi menyalahkan, dilakukan konselor dengan perilaku attending dan empati.


Contoh:
Kl: “Oh...,saya baik-baik saja.” (suara rendah, wajah tidak cerah, posisi tubuh gelisah).
Ko: “Anda katakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada sesuatu yang kurang beres.” Atau
Ko: “Saya lihat ada perbedaan antara ucapan Anda dengan kenyataan diri.”
g.      Mendorong
Upaya utama seorang konselor adalah agar kliennya selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Yang dimaksud dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti oh..., ya..., terus..., lalu..., dan....
Keterampilan ini bertujuan agar klien terus berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan. Akan tetapi, dorongan minimal dilakukan secara selektif, yaitu memilih saat klien kelihatan akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan, saat dia kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan, dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan klien. Dengan kata lain, dorongan minimal dapat meningkatkan eksplorasi diri.
Contoh:
Kl: “saya kehilangan pegangan...dan saya...berbuat”
Ko: “Ya”
Kl: “...nekad....”
Ko: “Lalu”
                    h. Menginformasikan
dalam hal informasi yang diminta klien, sama halnya dengan pemberian nasehat. Jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa konselor tidak mengetahui hal itu. Akan tetapi, jika konselor mengetahui informasi, sebaiknya upayakan agar klien tetap mengusahakannya.
Contoh:
Ko: “Mengenai informasi sekolah penerbangan saya sama sekali tidak menguasainya. Karena itu saya sarankan Anda langsung saja ke Direktorat Penerbangan yang bersangkutan.”
        i.  Menasehati
pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh:
Ko: “Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat saudara? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Andalebih berpengalaman dari pada saya.”
Ko: “sebelum saya memberi nasehat, saya pikir dalam hal ini Saudara lebih banyak mempunyai informasi dibanding saya.”
        j.  Menyimpulkan Sementara
supaya pembicaraan maju secara bertahap dan arah pembicaraan makin jelas, maka setiap periode waktu tertentu konselor bersama klien perlu menyimpilkan pembicaraan. Tujuan menyimpulkan sementara adalah: 1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan, 2) untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, 3) untuk meningkatkan kualitas diskusi, 4) mempertajam atau memperjelas fokus padawawancara konseling.
Contoh:
Ko: “Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan dulu agar jelas hasil pembicaraan kita sampai saat ini. Dari materi pembicaraan yang kita diskusikan kita sudah sampai kepada dua hal: pertama, tekadAndauntuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun hambatan yang akan Anda hadapi seperti yang Anda kemukakan tadi ada beberapa, yaitu sikap orang tua yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana dituntut oleh perusahaan yang akan Anda masuki.”
  


     k.    Mempertanyakan
-        Bertanya untuk Membuka Percakapan
Kebanyakan calon konselor sulit untuk membuka percakapan dengan klien. Hal ini karena sulit menduga apa yang dipikirkan kien sehingga pertanyaan menjadi pas. Untuk memudahkan membuka percakapan seorang calon konselor dilatih keterampilan bertanya dalam bentuk open-ended yang memungkinkan munculnya pertanyaan-pertanyaan baru dari klien. Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang baik dimulai dengan kata-kata: apakah, bagaimana, adakah, bolehkah, dapatkah.
Contoh:
“Apakah Saudara merasaadasesuatu yang ingin kita bicarakan sekarang?”
“Bagaimana perasaan Anda saat ini?”
“Dapatkah Andamengemukakan hal itu selanjutnya?”
-        Bertanya Tertutup (closed question)
Pertanyaan konselor tidak selalu terbuka, akan tetapi ada juga yang tertutup yaitu bentuk-bentuk pertanyaan yang sering dimulai dengan kata-kata apakah, adakah, dan harus dijawab klien dengan ya atau tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan keterampilan bertanya tertutup adalah: 1) untuk mengumpulkan informasi; 2) untuk menjernihkan atau memperjelas sesuatu; 3) menghentikan omongan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh:
Kl: “Saya berupaya meningkatkan prestasi belajar dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan.”
Ko: “biasanya Anda menempati peringkat keberapa?”
Kl: “empat.”
Ko: “Sakarang?”
Kl: “Sebelas.”

C.     Pada Tahap Akhir
a)      Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut: 1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutaman mengenai kecemasan; 2) memantapkan rencana klien; 3) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya.
Contoh:
Ko: “apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir?”
b)      Mendorong
Upaya utama seorang konselor adalah agar kliennya selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Yang dimaksud dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti oh..., ya..., terus..., lalu..., dan....
Keterampilan ini bertujuan agar klien terus berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan. Akan tetapi, dorongan minimal dilakukan secara selektif, yaitu memilih saat klien kelihatan akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan, saat dia kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan, dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan klien. Dengan kata lain, dorongan minimal dapat meningkatkan eksplorasi diri.
Contoh:
Kl: “saya kehilangan pegangan...dan saya...berbuat”
Ko: “Ya”
Kl: “...nekad....”
Ko: “Lalu”
c)      Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya. Suatu rencana yang baik adalah hasil kerjasama antara konselor dengan klien.
Contoh:
Ko: “Nah Suadara, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi?”
d)      Menilai
Penilaian konseling bertujuan untuk mengetahui keefektivan hasil konseling dan kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan konseling


e)      Mengakhiri
Mengakhiri konseling secara efektif adalah penting agar hubungan baik dengan siswa atau konseli tetap terpelihara. Mengakhiri konseling minimal meliputi merujuk pada keterbatasan waktu, merangkum pokok-pokok hasil konseling, menanyakan perasaan, memberi catatan singkat hasil konseling, memberi pekerjaan rumah, merujuk pada yang akan datang, tindak lanjut, dan perposahan secara formal.



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar