Minggu, 18 November 2012

teknik konseling



Teknik-Teknik konseling
A.     Pada tahap awal konseling
1.      Perilaku Attending
Disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa badan, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik adalah merupakan kombinasi komponen tersebut sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Attending yang baik dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Berikut akan dikemukakan penampilan (attending) yang baik:
1)      Kepala: melakukan angguka jika setuju.
2)      Ekspresi wajah: tenang, ceria, senyum.
3)      Posisi tubuh: agak condong ke arah klien, jarak konselor-klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
4)      Tangan: variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan gerakan tangan untuk menekankan ucapan.
5)      Mendengarkan: aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klian hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Adapun perilaku attending yang tidak baik adalah:
a)     Kepala: kaku.
b)     Muka: kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
c)     Posisi tubuh: tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
d)     Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berpikir dan berbicara.
e)     Perhatian: terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

2.      Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending. Dengan kata lain, tanpa perilaku attending tidak akan ada empati.
Empati ada dua macam, yaitu empati primer, adalah suatu bentuk empati yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien. Tujuannya adalah agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Empati tingkat tinggi, yaitu apabila kepahaman terhadap konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi yang terdalam dari lubuk hatinya berupa perasaan, pikiran, pengalaman, dan termasuk penderitaaanya.
Jika melakukan empati, konselor harus mampu:
1)   Mengosongkan perasaan dan pikiran egoistik.
2)   Memasuki dunia dalam klien.
3)   Melakukan empati primer.
4)   Melakukan empati tingkat tinggi.

3.      Refleksi
Refleksi adalah keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbalnya. Refleksi ada tiga jenis, yaitu refleksi perasaan, refleksi pengalaman,
dan  refleksi pikiran.
1)      Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan yaitu keterampilan konselor untuk dapat memantulkan (merefleksikan) perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal dan nonverbal klien. Untuk melakukan refleksi perasaan, konselor dapat menggunaka kalimat seperti:
Ø   “Nampaknya yang Anda katakan adalah...”
Ø   “Barangkali Anda merasa...”
Ø   “Hal itu rupanya seperti...” (kiasan)
Ø   “Adakah yang Anda maksudkan...”
2)      Refleksi Pengalaman
Refleksi pengalaman yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan nonverbal klien. Untuk melakukan keterampilan ini, konselor dapat mengatakan seperti:
Ø      “Nampaknya yang Anda kemukakan adalah suatu...”
Ø      “Barangkali yang Anda utarakan adalah...”
Ø      “Adakah yang Anda maksudkan suatu peristiwa...”
3)      Refleksi Pikiran (Content)
Refleksi pikiran (content) yaitu keterampilan konselor untuk memantulkan ide, pikiran, dan  pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal klien. Untuk melakukan keterampilan ini, konselor dapat mengatakan seperti:
Ø      “Nampaknya yang akan Anda katakan...”
Ø      “Barangkali yang akan Anda utarakan adalah...”
Ø      “Adakah yang Anda maksudkan...”


4.      Eksplorasi
Adalah suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting karena kebanyakan klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya dengan terus terang. Barangkali dia hadir dengan terpaksa, sehingga enggan mengemukakan perasaan atau pikirannya. Mungkin pula karena faktor budaya bangsa kita yang berlatar belakang sejarah kerajaan, dimana rakyat tidak boleh mengemukakan pendapat secara bebas, artinya tidak ada demokrasi dan hak asasi manusia.  Teknik eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam.
1)   Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan yaitu keterampilan untuk menggali perasaan klien yang tersimpan. Kalimat yang dapat digunakan untuk memulai eksplorasi perasaan di antaranya:
“Bisakan Saudara menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan?”
“Saya kira rasa sedih Anda begitu dalam peristiwa tersebut. Dapat Anda kemukakan perasaan Anda lebih jauh?”

2)   Eksplorasi Pengalaman
Eksplorasi pengalaman yaitu pengalaman konselor untuk menggali pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh klien.
contoh:
“Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui. Namun, saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebutdan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda.”
3)   Eksplorasi Pikiran
Eksplorasi pikiran adalah keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Dalam mengoperasikan keterampilan ini konselor dapat menggunakan kalimat-kalimat sebagai berikut:
“Saya yakin Saudara dapat menjelaskan lebih jauh ide Anda tentang sekolah sambil bekerja.”
“Saya kira pendapat Anda mengenai hal itu baik sekali. Dapatkah saudara menguraikannya lebih lanjut?”
B.     Tahap pertengahan
a.      Memimpin (Leading)
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak melantur atau menyimpang, seorang konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga nantinya mencapai tujuan.
Contoh:
Kl: “Saya mungkin berpikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Ko: “Sampai saat ini kepedulian saudara tertuju kepada kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran, apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga?”
b.      Memfokuskan
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien. Fokus membantu klien untuk memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Ada beberapa fokus yang dapat dilakukan seorang konselor, yaitu:
ü      Fokus padadiri klien.
contoh:
Ko: “Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan.”
Ko: “Tampaknya Anda berjuang sendiri.”
ü      Fokus pada orang lain
Contoh:
Ko: “Roni telah membuat kamu menderita. Terangkanlah tentang dia, dan apa yang telah dilakukannya.”
ü      Fokus pada topik
Contoh:
Ko: “Pengguguran kandungan? Kamu memikirkan aborsi? Sebaiknya pikirkan masak-masak dengan berbagai pertimbangan.”
ü      Fokus mengenai budaya
Contoh:
Ko: “Mungkin budaya menyerah dan mengalah terhadap laki-laki harus diatasi sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi objek laki-laki.”
Jika terdapat banyak masalah yang berkembang di dalam diskusi, konselor harus dapat membantu klien agar dia menentukan fokus pada masalah apa.
Ko: “Apakah tidak baik jika pokok pembicaraan kita berkisar saja dulu soal hubungan Anda yang retak dengan pacar Anda?”
c.       Mengarahkan (Directing)
Mengarahkan digunakan untuk mengajak klien terlibat secara penuh di dalam proses konseling. Mengarahkan adalah keterampilan konseling untuk mengatakan kepada klien agar dai berbuat sesuatu. Misalnya menyuruh klien unuk bermain peran dengan konselor, atau menghayalkan sesuatu.
Contoh:
Kl: ”Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Ko: “Bisakah Saudara mencobakan di depan saya bagaimana sikap dan kata-kata ayah Saudara jika memarahi Anda?”


d.      Menafsirkan
Untuk meudahkan klien memahami ide, perasaan, dan pengalamannya, seorang konselor perlu menangkap pesan utamanyadan menyatakannya secara sederhana dan mudah dipahami disampaikan dengan bahasa konselor sendiri. Tujuannya adalah untuk mengatakan kembali essensi atau inti ungkapan klien.
Contoh:
Kl: “Biasanya dia selalu senang dengan saya, namun tiba-tiba dia memusuhi saya.”
Ko: “adakah yang akan Anda katakan bahwa perilakunya tidak konsisten?”
e.      Memperjelas
Adalah suatu keterampilan untuk memperjelas ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan. Tujuannya adalah mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas dan ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh:
Kl: “Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung dalam konflik. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Ko: “bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya? Misalnya peran ayah, ibu, dan saudara-saudara Anda?”
f.        Mengkonfrontasikan
Konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menentang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya.
Adapun tujuan teknik ini adalah untuk mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur, meningkatkan potensi klien, membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi, konflik, atau kontradiksi dalam dirinya. Namun. Seorang konselor harus melakukan dengan teliti, yaitu dengan memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten ddengan cara tepat waktu, tidak menilai apalagi menyalahkan, dilakukan konselor dengan perilaku attending dan empati.


Contoh:
Kl: “Oh...,saya baik-baik saja.” (suara rendah, wajah tidak cerah, posisi tubuh gelisah).
Ko: “Anda katakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada sesuatu yang kurang beres.” Atau
Ko: “Saya lihat ada perbedaan antara ucapan Anda dengan kenyataan diri.”
g.      Mendorong
Upaya utama seorang konselor adalah agar kliennya selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Yang dimaksud dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti oh..., ya..., terus..., lalu..., dan....
Keterampilan ini bertujuan agar klien terus berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan. Akan tetapi, dorongan minimal dilakukan secara selektif, yaitu memilih saat klien kelihatan akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan, saat dia kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan, dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan klien. Dengan kata lain, dorongan minimal dapat meningkatkan eksplorasi diri.
Contoh:
Kl: “saya kehilangan pegangan...dan saya...berbuat”
Ko: “Ya”
Kl: “...nekad....”
Ko: “Lalu”
                    h. Menginformasikan
dalam hal informasi yang diminta klien, sama halnya dengan pemberian nasehat. Jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa konselor tidak mengetahui hal itu. Akan tetapi, jika konselor mengetahui informasi, sebaiknya upayakan agar klien tetap mengusahakannya.
Contoh:
Ko: “Mengenai informasi sekolah penerbangan saya sama sekali tidak menguasainya. Karena itu saya sarankan Anda langsung saja ke Direktorat Penerbangan yang bersangkutan.”
        i.  Menasehati
pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh:
Ko: “Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat saudara? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Andalebih berpengalaman dari pada saya.”
Ko: “sebelum saya memberi nasehat, saya pikir dalam hal ini Saudara lebih banyak mempunyai informasi dibanding saya.”
        j.  Menyimpulkan Sementara
supaya pembicaraan maju secara bertahap dan arah pembicaraan makin jelas, maka setiap periode waktu tertentu konselor bersama klien perlu menyimpilkan pembicaraan. Tujuan menyimpulkan sementara adalah: 1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan, 2) untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, 3) untuk meningkatkan kualitas diskusi, 4) mempertajam atau memperjelas fokus padawawancara konseling.
Contoh:
Ko: “Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika kita simpulkan dulu agar jelas hasil pembicaraan kita sampai saat ini. Dari materi pembicaraan yang kita diskusikan kita sudah sampai kepada dua hal: pertama, tekadAndauntuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun hambatan yang akan Anda hadapi seperti yang Anda kemukakan tadi ada beberapa, yaitu sikap orang tua yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana dituntut oleh perusahaan yang akan Anda masuki.”
  


     k.    Mempertanyakan
-        Bertanya untuk Membuka Percakapan
Kebanyakan calon konselor sulit untuk membuka percakapan dengan klien. Hal ini karena sulit menduga apa yang dipikirkan kien sehingga pertanyaan menjadi pas. Untuk memudahkan membuka percakapan seorang calon konselor dilatih keterampilan bertanya dalam bentuk open-ended yang memungkinkan munculnya pertanyaan-pertanyaan baru dari klien. Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang baik dimulai dengan kata-kata: apakah, bagaimana, adakah, bolehkah, dapatkah.
Contoh:
“Apakah Saudara merasaadasesuatu yang ingin kita bicarakan sekarang?”
“Bagaimana perasaan Anda saat ini?”
“Dapatkah Andamengemukakan hal itu selanjutnya?”
-        Bertanya Tertutup (closed question)
Pertanyaan konselor tidak selalu terbuka, akan tetapi ada juga yang tertutup yaitu bentuk-bentuk pertanyaan yang sering dimulai dengan kata-kata apakah, adakah, dan harus dijawab klien dengan ya atau tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan keterampilan bertanya tertutup adalah: 1) untuk mengumpulkan informasi; 2) untuk menjernihkan atau memperjelas sesuatu; 3) menghentikan omongan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh:
Kl: “Saya berupaya meningkatkan prestasi belajar dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan.”
Ko: “biasanya Anda menempati peringkat keberapa?”
Kl: “empat.”
Ko: “Sakarang?”
Kl: “Sebelas.”

C.     Pada Tahap Akhir
a)      Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, konselor membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut: 1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutaman mengenai kecemasan; 2) memantapkan rencana klien; 3) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya.
Contoh:
Ko: “apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir?”
b)      Mendorong
Upaya utama seorang konselor adalah agar kliennya selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka (self-disclosing). Yang dimaksud dorongan minimal adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien, dan memberikan dorongan singkat seperti oh..., ya..., terus..., lalu..., dan....
Keterampilan ini bertujuan agar klien terus berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan. Akan tetapi, dorongan minimal dilakukan secara selektif, yaitu memilih saat klien kelihatan akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan, saat dia kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan, dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan klien. Dengan kata lain, dorongan minimal dapat meningkatkan eksplorasi diri.
Contoh:
Kl: “saya kehilangan pegangan...dan saya...berbuat”
Ko: “Ya”
Kl: “...nekad....”
Ko: “Lalu”
c)      Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling seorang konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan dirinya. Suatu rencana yang baik adalah hasil kerjasama antara konselor dengan klien.
Contoh:
Ko: “Nah Suadara, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi?”
d)      Menilai
Penilaian konseling bertujuan untuk mengetahui keefektivan hasil konseling dan kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan konseling


e)      Mengakhiri
Mengakhiri konseling secara efektif adalah penting agar hubungan baik dengan siswa atau konseli tetap terpelihara. Mengakhiri konseling minimal meliputi merujuk pada keterbatasan waktu, merangkum pokok-pokok hasil konseling, menanyakan perasaan, memberi catatan singkat hasil konseling, memberi pekerjaan rumah, merujuk pada yang akan datang, tindak lanjut, dan perposahan secara formal.



           

Teori belajar behaviorisme dan kognitif




TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
PSIKOLOGI BELAJAR

Oleh:

                                              
                                               EFRILIYA NINGSIH (1013052022)
                                               




     






PENDIDIKAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
1.      Klasifikasikan teori-teori belajar yang sudah Anda pelajari berdasarkan alirannya masing-masing!
Teori belajar behaviorisme:
a)      Edward Lee Thorndike
b)      Ivan Petrovich Pavlov
c)      B.F. Skinner
d)      Albert Bandura
e)      Edwin Ray Guthrie
Teori belajar kognitif:
a)      Jean Piaget
b)      Gestalt
2. Uraikan perbedaan teori belajar berdasarkan aliran-aliran yang telah Anda sebutkan pada soal nomor satu!
1) Teori belajar behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental. Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti, teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan mempengaruhi perilaku mereka. Dari hal ini, timbullah konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah:
a.      Mementingkan faktor lingkungan
b.      Menekankan pada faktor bagian
c.       Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif
d.      Bersifat mekanisme
e.      Mementingkan masa lalu
f.        Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
g.      Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
h.      Menekankan pentingnya latihan
i.        Mementingkan mekanisme hasil hasil belajar
j.        Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinfercement dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
2) Teori belajar kognitif
Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris di mana perilaku manusia tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencanakan respon perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep, dan menyelesaikan masalah. Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori ini adalah tentang jenis pengetahuan dan memori
Jenis pengetahuan
Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu dalam situasi belajar. Dengan kata lain, apa yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupaun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tetapi juga membimbing proses belajar berikutnya. Pengetahuan dasar yang luas ternyata lebih penting dibandingkan strategi belajar yang tersedia yang terbaik sekalipun. Terlebih bila pengetahuan dan wawasan yang luas ini disertai dengan strategi yang baik tentu akan membawa hasil yang lebih baik. Perspektif kognitif membagi pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
·     Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual.
·     Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan, misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya pengetahuan bagaimana.
·     Pengetahuan kondisional, adalah pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan.
Pengetahuan deklaratif rentangnya sangat beragam, bisa berupa pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda yang dilempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan guru sains secara menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan, maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu). Menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu mengerjakan perhitungan tersebut, maka dia sudah memiliki pengetahuan prosedural. Guru dan siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu atau menerjemahkan teks bahasa Inggris adalah contoh kemampuan pengetahuan prosedural lainnya. Seperti halnya siswa yang mampu berenang dalam satu gaya tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan prosedural hal tersebut. Dengan kata lain, penguasaan pengetahuan ini juga dicirikan oleh praktek yang dilakukan. Sedangkan pengetahuan kondisional adalah kemampuan untuk dapat mengaplikasikan kedua jenis pengetahuan di atas. Pengetahuan kondisional merupakan hal yang penting dimiliki siswa, karena menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu, namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat. Ada hal penting untuk mengidentifikasikan jenis pengetahuan bagi guru ketika mengajar. Mempelajari informasi tentang pokok bahasan tertentu tidak selalu menyebabkan siswa akan menggunakan informasi tersebut. Tidak juga latihan menyelesaikan banyak topikbahasan tertentu, akan membantu mereka memahami satu prinsip lebih mendalam. Mengetahui suatu topik, mengetahui prosedural penyelesaian masalah, serta tahu kapan dan mengapa menggunakan pengetahuan tersebut adalah hasil belajar yang berbeda-beda, dan tentu saja ini perlu diajarkan dengan cara yang berbeda pula.
Model pengolahan informasi
Untuk menggunakan tiga jenis pengetahuan di atas, tentunya kita harus dapat mengingat dengan baik. Hal berikutnya teori belajar yang dibahasdalam perspektif kognitf ini adalah tentang bagaimana individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang bekerja dalam proses berpikir seperti pada pemecahan masalah. Model pengolahan informasi merupakan salah satu model dari perspektif teori belajar ini yang menjelaskan kerja memori manusia sesuai dengan analogi komputer, yang meluputa tiga macam sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori kerja, dan memori jangka panjang.
·        Memori sensori adalah sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga analisis persepsi dapat terjadi.
·        Memori kerja atau memori jangka pendek, menyimpan lima sampai sembilan informasi pada satu waktu sampai sekitar 20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan informasi terjadi. Informasi yang dikodekan serta persepsi tiap individu akan menentukan apa yang perlu disimpan di memori kerja ini.
·        Memori jangka panjang, menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Infermasi di dalamnya disimpan dalam bentuk secara verbal dan visual. Terdapat tiga jenis memori jangka panjang, yaitu: episodik, prosedural, dan semantik. Episodik adalah jenis memori yang berhubungan dengan informasi pada waktu dan tempat tertentu, khususnya ingatan yang bersifat pribadi. Memori jenis ini bersifat teratur. Memori yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sesuatu disebut memori prosedural.  Sedangkan memori semantik adalah memori untuk pemahaman, yaitu memori untuk konsep, prinsip dan hubungannya. Dua hal yang disimpan dalam memori semantik disebut dengan imaji dan skema. Imaji adalah representasi yang didasarkan pada persepsi visual terhadap struktur informasi.  Sedangkan skema adalahstruktur pengetahuan abstrak yang mengatur sejumlah besar informasi. Skema adalah pola atau panduan untuk memahami kejadian, konsep atau keterampilan.

3. Jelaskan hal-hal di bawah ini!
 A. Guru sebagai pribadi kunci
Secara keseluruhan guru adalah figure yang menarik perhatian semua orang, baik dalam keluaga, dalam masyarakat, atau di sekolah. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenal figure guru. Hal ini karena guru itu bermacam-macam. Masyarakat melihat guru sebagai figure yang kharismatik, kemuliaan seorang guru tercermin dari kepribadian sebagai manifestasi dari sikap dan perilaku dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sedikit cela dan nista dari pribadi guru, maka masyarakat akan mencaci habis-habisan dan hilanglah wibawa itu.
Di sekolah, figure guru merupakan pribadi kunci. Gurulah panutan utama bagi anak didik. Semua sikap dan perilaku guru akan dilihat, didengar, dan ditiru oleh anak didik. Sebagai pribadi yang selalu digugu dan ditiru, tidaklah berlebihan bila anak didik selalu mengharapkan figure guru yang senantiasa memperhatikan kepentingan mereka. Figure guru yang selalu memperhatikan kepentingan anak didik biasanya mendapatkan ekstra perhatian dari anak didik. Anak didik senang dengan sikap dan perilaku yang baik dan diperlihatkan oleh guru. Seperti dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (1994: 61), Frend W, Hart telah melakukan penelitian terhadap 3,725 orang anak didik HIG HTS School di Amerika Serikat. Dari hasil penelitian itu, dia menyimpulkan dengan mengemukakan 10 sikap yang baik dan disenangi anak didik sebagai berikut:
1)       Sikap menolong pekerjaan sekolah dan menerangkan pelajaran dengan jelas dan mendalam serta menggunakan contoh-contoh yang baik dalam mengajar
2)      Periang dan gembira
3)       Bersikap bersahabat, merasa sebagai anggota dalam kelompok kelas
4)      Menaruh perhatian dan memahami anak didiknya
5)      Berusaha agar pekerjaan menarik
6)      Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa hormat
7)      Tidak ada yang lebih disenangi, tidak pilih kasih
8)      Tidak suka mengomel, mencela, dan sarkastis
9)      Anak didik benar-benar merasakan bahwa ia mendapatkan sesuatu dari guru
10)  Mempunyai pribadi yang dapat diambil contoh dari pihak anak didik dan masyarakat lingkungannya.
B. Guru sebagai pengajar dan pendidik
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur manusiawi lainnya adalah anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan, keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima bahan pelajaran dari guru di kelas. Oleh karena itu, walaupun mereka berlainan secara fisik dan mental, tetapi mereka tetap seiring dan setujuan untuk mencapai kebaikan akhlak, kebaikan moral, kebaikan hukum, kebaikan sosial dan sebagainya. Semua norma tersebut tidak akan pernah dimiliki oleh anak didik bila guru tidak mentrasformasikannya dengan kegiatan belajar mengajar.
Mengajar adalah tugas guru untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar, karenanya Witherington (1986: 1135) mengatakan bahwa mengajar adalah trasfer of knowledge kepada anak didik. Mengajar selalu berlangsung dalam suatu kondisi yang disengaja untuk diciptakan untuk mengantarkan anak didik ke arah kemajuan dan kebaikan.
Guru adalah spiritual father bagi anak didik. Kemuliaan guru akan tercermin dalam kebaikan perilaku anak didik. Sekolah sebagai panti rehabilitasi anak merupakan laboratorium keilmuan bagi guru dalam mengajar dan membelajarkan anak didik dalam perspektif keilmuan. Di tempat ini, anak didik belajar bebas terpimpin, aktif kreatif, dan mandiri di bawah bimbingan dan pengawasan yang mulia dari guru.
C.  Prinsip-prinsip mengajar sebagai pijakan guru, yaitu:
- asas perhatian, yaitu asas membangkitkan perhatian murid-murid.
- asas aktivitas, yaitu asas mengaktifkan jasmani dan mental murid-murid.
- asas apersepsi, yaitu asas menghubungkan dengan apa yang telah dikenal anak.
- asas peragaan, yaitu asas memperagakan pengajaran.
- asas ulangan, yaitu mengadakan ulangan-ulangan yang teratur.
- asas korelasi, yaitu mengadakan hubungan dengan pelajaran lainnya.
- asas konsentrasi, yaitu asas pemusatan pada pokok masalah.
- asas individualisasi, yaitu asas penyesuaian pada sifat dan bakat masing-masing anak.
- asas sosialisasi, yaitu menciptakan atau menyesuiakan dengan lingkungan.
- asas evaluasi, yaitu mengadakan penilaian yang tepat dan teliti.
4. Uraikan teori belajar menurut Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase, yaitu:
1)      Motivasi
2)      Pemahaman
3)      Pemerolehan
4)      Penyimpanan
5)      Ingatan kembali
6)      Generalisasi
7)      Perlakuan, dan
8)      Umpan balik.